Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, usai dari Kota Surakarta, melanjutkan kunjungan kerja ke Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) untuk meninjau implementasi PTM terbatas dan berdialog dengan sejumlah kepala sekolah.
Sebelum memulai agenda resminya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Menteri Nadiem melengkapi perjalanannya dengan bermalam di rumah seorang calon Guru Penggerak angkatan ketiga, Khoiry Nuria Widyaningrum (Ibu Nuri), Senin (13/9).
“Mohon maaf mengganggu, Ibu. Saya ingin mampir. Apakah boleh?,” ucap Menteri Nadiem di teras kediaman keluarga Ibu Nuri.
Ibu Nuri, seorang guru di SDN Jetisharjo, Kabupaten Sleman tidak menyangka dirinya akan dikunjungi Mendikbudristek. Begitupun suaminya yang seorang guru SD Muhammadiyah Domban 3 dan kedua orang tuanya yang juga pensiunan guru sekolah Muhammadiyah. Mereka mengaku terkejut sekaligus bahagia. “Saya masih berpikir, sekelas Mas Menteri mana mungkin datang ke rumah?,” ucap Ibu Nuri.
Mendikbudristek menjelaskan bahwa maksud dan tujuannya tak lain adalah untuk belajar dari Guru Penggerak. “Program Guru Penggerak itu adalah salah satu program terpenting Kemendikbudristek, karena program ini adalah regenerasi pemimpin-pemimpin sekolah. Kalau saya tidak lagi menjabat sebagai Menteri, yang akan meneruskan transformasi pendidikan adalah para Guru Penggerak,” terang Menteri Nadiem.
“Saya ingin merasakan langsung keseharian sebagai calon Guru Penggerak agar saya lebih memahami. Saya ingin tahu suka dan duka Ibu Nuri sebagai guru. Boleh, Ibu, saya minta izin menginap?,” ujar Mendikbudristek memastikan.
Ibu Nuri Bertukar Pikiran dengan Mendikbudristek Duduk santai bersama Ibu Nuri dan keluarga di ruang tamu, Mendikbudristek mengatakan bahwa dirinya menangkap ada benang merah ketika bertemu dengan para calon Guru Penggerak di berbagai daerah di Indonesia.
“Karakter calon Guru Penggerak itu lugas dalam menyampaikan pendapat dan gagasan. Terutama, saya selalu melihat ada keresahan dalam diri guru-guru yang saya temui. Mereka semua ingin melakukan perubahan untuk meningkatkan kualitas pendidikan,” kata Menteri Nadiem.
Ibu Nuri yang pernah mengenyam delapan tahun sebagai guru dan tiga tahun sebagai kepala sekolah di sekolah Muhammadiyah, kini memilih menjadi guru di sekolah negeri. Ia mengaku, “Disinilah saya menemukan bahwa benar pendidikan memang harus ditransformasi. Kenapa sekolah negeri pinggiran tempat saya mengajar tidak sebagus sekolah swasta? Kemudian saya merasa tergerak.”
Bercerita soal alasan memilih kembali menjadi guru padahal tadinya sudah menyandang status kepala sekolah, Ibu Nuri menyinggung beban administrasi yang dialami sebagai kepala sekolah sehingga membuatnya tidak leluasa mengajar.
“Ibu sepertinya sepakat dengan saya, bahwa administrasi pendidikan itu tidak sama dengan pembelajaran. Administrasi tidak ada hubungan langsung dengan murid dan hanya mengikuti aturan. Sementara, tugas guru yang sebenarnya adalah untuk fokus memberikan pembelajaran yang bermakna bagi murid,” tanggap Mendikbudristek yang dalam kebijakan Merdeka Belajar Episode Pertama telah menyederhanakan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menjadi satu komponen dan satu halaman saja, dari yang tadinya belasan komponen.
Ibu Nuri langsung menambahkan, “Saya juga suka kebijakan Mas Menteri menghapus UN. Saya senang sekali.” Pembicaraan Mendikbudristek beserta Ibu Nuri dan keluarga berlangsung hangat hingga waktunya istirahat malam.
Sebelum memulai peninjauannya ke SD Muhammadiyah, SMP Taman Dewasa Jetis, SMA Ma’arif dan berdialog dengan kepala-kepala sekolah se-DIY, pada Selasa (14/9), Mendikbudristek menyempatkan berolahraga bersama dan mengunjungi taman wisata yang dikelola Ibu Nuri beserta suami. (Sumber: Siaran pers Kemendikbudristek)